Objek Ritual Kahyangan Dlepih Wonogiri
Objek tersebut terletak di Desa Dlepih, Kecamatan Tirtomoyo Kabupaten Wonogiri. Ke lokasi itu, waktu tempuh sekitar satu jam 30 menit dari pusat kota Wonogiri.Wisata ritual Kahyangan adalah tempat petilasan pertapaan Raja-raja tanah Jawa. Di tempat inilah Danang Suto Wijoyo mendapatkan wahyu Raja dan kemudian setelah menjadi Raja bergelar Panembahan Senopati. Di tempat ini pulalah Danang Suto Wijoyo mengadakan perjanjian dengan Kanjeng Ratu Kidul untuk bersama-sama membangun Pemerintahan di Jawa ( Mataram).
Obyek wisata ini tepatnya terletak di desa Dlepih Kecamatan Titromoyo, berjarak 50 kilometer ke arah tenggara dari Kota Wonogiri. Sampai sekarang tempat ini dikeramatkan oleh Kasultanan Yogyakarta, terbukti setiap delapan tahun sekali diadakan upacara Labuhan Ageng.
Begitu pula pada malam Selasa Kliwon atau Jumat Kliwon setiap bulan Suro, Pemkab Wonogiri mengadakan upacara Sedekah Bumi, dilanjutkan pagelaran Wayang Kulit semalam suntuk.
Upacara tersebut adalah sebagai wujud terima kasih dan doa rakyat Wonogiri kepada Tuhan Yang Maha Esa agar selalu diberi keselamatan dan ketenteraman.Obyek wisata ini selalu dipadati pengunjung yang akan melakukan meditasi, menyatu dengan kekuasaan Ilahi, agar terkabul permohonannya. Kegiatan ini berjalan setiap hari, dan mencapai puncaknya pada setiap malam Selasa Kliwon dan malam Jumat Kliwon. by hasnan habib kota Depok.
Menurut
ramalan Ki Ageng Giring, bahwa bumi mentaok tersebut kemudian hari akan menjadi
kerajaan besar. Ramalan tersebut menimbulkan kekhawatiran Sultan Hadiwijaya,
sehingga beliau menunda pemberian bumi Mentaok kepada Ki Gede Pemanahan.
Setelah agak lama, Ki Gede Pemanahan minta tolong kepada Sunan Kalijaga untuk
menagih kepada Sultan Hadiwijaya perihal bumi Mentaok. Bareulah kemudian bumi
Mentaok diberikan penuh kepada Ki Gede Pemanahan.
Bumi
Mentaok yang merupakan tanah perdikan (berdaulat penuh), akhirnya menjadi
daerah yang ramai dan makmur, sehingga layak menjadi suatu kerajaan tersendiri.
Danang Sutawijaya sebagai calon raja masih merasa ragu-ragu akan keselamatannya
karena beliau merasa bukan keturunan raja atau bangsawan. Maka kemudian Raden Danang Sutawijaya bertapa
terlebih dahulu untuk minta berkah Ilahi sekaligus mencari petunjuk calon
permaisuri.
Perjalanan bertapa Raden Danang Sutawijaya mengarah ke timur selatan Kali Bengawan Solo. Sampai Ndlepih beliau berjumpa Ki Penjawi sahabat ayahandanya, bersama putri Nyimas Waskitajawi putrinya yang sedang bertirakat. Atas Permintaan Raden Danang Sutawijaya Ki Penjawi menikahkan putrinya dengan Panembahan Senopati di Ndlepih , kelak Waskita Jawi akan dijadikan permaisuri setelah nanti dinibatkan menjadi Sultan Mataram. Sebelumnya beliau mendapat firasat bahwa Nyi Mas Waskitajawi kelak akan menjadi ibu (babon) raja di Jawa. Waktu di Dlepih Ki Penjawi dan Sutowijaya menginap di rumah Ki Puju. Ki Puju adalah seorang petani yang sehari-harinya mencari kayu bakar di hutan Dlepih. Anaknya Ny Puju atau Roro Semangkin, sebagai penjual pecel yang sangat terkenal dengan masakan dari pucuk daun puju.
Perjalanan bertapa Raden Danang Sutawijaya mengarah ke timur selatan Kali Bengawan Solo. Sampai Ndlepih beliau berjumpa Ki Penjawi sahabat ayahandanya, bersama putri Nyimas Waskitajawi putrinya yang sedang bertirakat. Atas Permintaan Raden Danang Sutawijaya Ki Penjawi menikahkan putrinya dengan Panembahan Senopati di Ndlepih , kelak Waskita Jawi akan dijadikan permaisuri setelah nanti dinibatkan menjadi Sultan Mataram. Sebelumnya beliau mendapat firasat bahwa Nyi Mas Waskitajawi kelak akan menjadi ibu (babon) raja di Jawa. Waktu di Dlepih Ki Penjawi dan Sutowijaya menginap di rumah Ki Puju. Ki Puju adalah seorang petani yang sehari-harinya mencari kayu bakar di hutan Dlepih. Anaknya Ny Puju atau Roro Semangkin, sebagai penjual pecel yang sangat terkenal dengan masakan dari pucuk daun puju.
Suatu
hari Raden Danang Sutawijaya minta ijin kepada Ki Penjawi mertuanya bahwa dirinya
akan masuk kehutan Dlepih untuk bertapa mengikuti jejak Sunan Kalijaga. Nyimas
Wakitajawi sengaja ditinggal di rumah, karena tempat yang dituju sangat sukar
ditempuh dan wingit. Dalam perjalanan menuju hutan Dlepih, Raden Danang Sutawijaya
sampai pada dua batu besar yang bentuknya pipih lebar, sedang ujung atasnya
saling bersinggungan sehingga rongganya dapat digunakan untuk lewat. Batu
tersebut sampai sekarang masih tegar berdiri dan dinamakan batu selo gapit atau
selo panangkep, kemudian beliau meneruskan perjalanan menuju selatan melalui
sela gapit. Setelah sampai pada batu besar yang berongga semacam goa, datar dan
atasnya melebar seperti payung. Beliau berhenti dan melakukan tafakur di situ.
Batu tempat bertafakur tersebut dinamakan sela payung atau batu pamelengan.
Raden
Danang Sutawijaya adalah orang muslim taat, maka walaupun menjalani tapa dengan
cara patrap semedi, tetapi saat tertentu melakukan sholat lima waktu. Untuk
melakukan sholat dipilihnya batu gilang yang hitam mendatar bagaikan sebuah
meja yang terletak di sebelah selatan Selo Payung. Batu tempat sholat itu
dinamakan Selo Gilang atau batu pesalatan.
Begitu pula pada pagi dan sore hari, Raden Danang Sutawijaya melakukan mandi di sebuah air terjun dekat batu pesalatan yang airnya jernih. Kedung tersebut dinamakan kedung pasiraman.
Demikian kegiatan sehari-hari Raden Danang Sutawijaya di hutan Dlepih. Sedang setiap ahrinya untuk keperluan makan dan minum dikirim oleh Roro Semangkin, karena Nyimas Waskitajawi tidak berani melanggar perintah suaminya masuk hutan Dlepih. Setelah beberapa hari berjalan, sebagai manusia biasa Waskitajawi memiliki rasa cemburu terhadap Raden Danang Sutawijaya yang betah di dalam hutan Dlepih. Kemudian Nyimas Wakitajati mengutus Ki Puju untuk menyelidiki kegiatan calon suaminya. Maka berangkatlah Ki Puju ke dalam hutan mengintip kegiatan Raden Danang Sutawijaya.
Bertepatan waktu pada
hari itu Raten Danang Sutawijaya sedang semedi di selo Pamelengan didatangi
oleh Kanjeng Ratu Kidul salah satu putri jin keturunan Jin Nabi Sulaiman bernama
Muammar di kerajaan Boko Prambanan, yang
telah menjadi kekasihnya semenjak beliau di muara kali opak (pantai laut
selatan). Oleh karena pertemuan dua insan itu dirasa kurang enak, Raden Danang
Sutawijaya mengajak pindah dari batu pamelengan ke selo Gilang yang lebih sepi
dan terlindung hutan lebat. Konon dikisahkan, pada pertemuan mereka menikah
dengan wali Jin Muaamar , ayah Kanjeng
Ratu Kidul , setelah itu mereka saling memadu cinta dan Kanjeng Ratu Kidul
seperti ikrarnya semula sangggup membantu berdirinya kerajaan Mataram hingga
rakyatnya mengalami kesejahteraan. Alhasil belum puas mereka melaksanakan
pertemuan, Kanjeng Ratu Kidul terperanjat karena merasa ada seseorang manusia yang
mengintip dari semak-semak belukar. Kanjeng Ratu Kidul merasa dirinya
'kamanungsan' maka beliau segera melesat menghindar dan gerakannya menyangkut
tasbih Raden Danang Suta Wijaya sampai putus berserakan jatuh di Kedung
PasiramanBegitu pula pada pagi dan sore hari, Raden Danang Sutawijaya melakukan mandi di sebuah air terjun dekat batu pesalatan yang airnya jernih. Kedung tersebut dinamakan kedung pasiraman.
Demikian kegiatan sehari-hari Raden Danang Sutawijaya di hutan Dlepih. Sedang setiap ahrinya untuk keperluan makan dan minum dikirim oleh Roro Semangkin, karena Nyimas Waskitajawi tidak berani melanggar perintah suaminya masuk hutan Dlepih. Setelah beberapa hari berjalan, sebagai manusia biasa Waskitajawi memiliki rasa cemburu terhadap Raden Danang Sutawijaya yang betah di dalam hutan Dlepih. Kemudian Nyimas Wakitajati mengutus Ki Puju untuk menyelidiki kegiatan calon suaminya. Maka berangkatlah Ki Puju ke dalam hutan mengintip kegiatan Raden Danang Sutawijaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar