Setelah melarikan diri dari benteng VOC di Batavia, Untung sempat berhubungan dengan guru spiritualnya Kyai Mas Besot di Depok, setelah mendapatkan gemblengan dari Syekh Lintung (Kyai Mas Besot), Untung
meninggalkan Depok menuju ke Udug-udug di daerah Priangan Barat di mana
tempat ini banyak didiami gerombolan pengacau yang telah banyak
menimbulkan kerugian di kalangan penduduk. Untung dan pasukannya tidak
begitu saja dapat diterima oleh pengacau-pengacau yang ada. Untung
dianggap remeh’ oleh mereka. Walaupun demikian, Untung berusaha untuk
dapat memanfaatkan kepetualangan mereka. Daripada merugikan dan
meresahkan rakyat, lebih baik kalau dapat diarahkan untuk melawan
Kompeni.Untuk dapat mewujudkan kehendak ini, maka Untung harus dapat menyatu
dengan mereka. Ia juga harus menjadi petualang, walaupun ia tidak pernah
mau mengganggu harta milik rakyat. Ia hanya butuh senjata dan makanan
untuk anak buahnya.
Al-Habib Abdullah bin Alwi al-Haddad :“ Memuji dan menyanjung diri sendiri, membanggakan leluhur yang termasuk ahli agama dan orang-orang utama dan juga menyombongkan nasab, itu perbuatan tercela dan sangat buruk sekali. Banyak keturunan orang mulia yang tidak punya bashiroh dan tidak tahu hakikat agama, mendapat cobaan seperti ini. Barang siapa yang membanggakan nasab dan leluhurnya, seraya memandang rendah orang lain, maka dia akan kehilangan berkah leluhur” (Is’adur Rafiq, hal 85 ; Juz II)
Minggu, 10 Februari 2013
Jumat, 08 Februari 2013
Babad Mangir, Kisah Ki Ageng Mangir yang Bias dan Misterius, Lebih tepat disebut Jebakan Sejarah.
![]() |
| Utari Sandijayaningsih : Trah Mangir ke 3. |
![]() |
| Rausyan Fikri : Trah Mangir, di Tapos Depok |
Siapakah penulis Babad Mangir ?, belum jelas. Kapan Babad Mangir ditulis ? kira kira muncul sesudah Perang Diponegoro ! (walaupun masih nggak jelas juga) apa tujuannya Babad Mangir ditulis ? , ya yang jelas mendiskreditkan keluarga jajaran keturunan Panembahan Senopati khususnya Kiprah Ki Juru Mertani atau Patih Mondoroko sebagai salah satu "waliuyullah" didikan Kanjeng Sunan Kalijogo . Dalam Babad Tanah Jawa disebutkan bahwa Ki Juru Mertanilah tokoh utama dibalik Kematian Pangeran Ashabul atau Ario Penangsang, lalu pada Kematian Ki Ageng Mangir beliau juga disebut berperan besar, tendensi yang sangat jelas adalah Panembahan Senopati adalah tokoh "Penyebar Agama Islam" di tanah Jawa akan dihabisi kisahnya dengan menyusun sejarah tandingan yang sangat cermat,
siapakah yang bisa menyusun sejarah baru itu, tak pelak bahwa penjajah Belanda itulah biangnya. Mereka mengerahkan segenap sejarahwannya untuk mengaburkan peran peran penting menjadi tidak penting atau peran tidak penting menjadi sangat penting. Keislaman Ki Ageng Mangir sangat penting , dakwah Ki Juru Mertani dan Roro Pembayun di Mangir sangat penting, perintah Panembahan Senopati untuk mengislamkan Mangir sangat penting, namun semua kisah itu tiba tiba hablur dan terhapus oleh sebuah Babad yang muncul pada masa perang Diponegoro, sama halnya dengan Perang Bubat yang sama sama ditulis pada jaman Perang Diponegoro juga dalam rangka menghambat pasukan Diponegoro masuk ke Jawa Barat. Sejarah itu bias dan harus dibaca secara mokal dan maton, apakah Ki Ageng Mangir itu begitu bodoh sehingga tidak tahu bahwa Roro Pembayun itu putri Panembahan Senopati atau Panembahan Senopati itu begitu bodoh hingga mengirimkan anak yang dicintainya ke sarang penjahat ataukah Ki Juru Mertani murid Sunan Kalijogo begitu bodoh menikahkan cucu kesayangannya dengan "non Muslim" ataukah kita yang terbodoh bodoh mengikuti cerita intrik kerajaan Mataram yang telah dibuat bias itu?
Langganan:
Komentar (Atom)


