Minggu, 10 Februari 2013

Untung Suropati , Trah Mataram yang dianggap keturunan Bali

Setelah melarikan diri dari benteng VOC di Batavia, Untung sempat berhubungan dengan guru spiritualnya Kyai Mas Besot di Depok, setelah mendapatkan gemblengan dari Syekh Lintung (Kyai Mas Besot), Untung meninggalkan Depok menuju ke Udug-udug di daerah Priangan Barat di mana tempat ini banyak didiami gerombolan pengacau yang telah banyak menimbulkan kerugian di kalangan penduduk. Untung dan pasukannya tidak begitu saja dapat diterima oleh pengacau-pengacau yang ada. Untung dianggap remeh’ oleh mereka. Walaupun demikian, Untung berusaha untuk dapat memanfaatkan kepetualangan mereka. Daripada merugikan dan meresahkan rakyat, lebih baik kalau dapat diarahkan untuk melawan Kompeni.Untuk dapat mewujudkan kehendak ini, maka Untung harus dapat menyatu dengan mereka. Ia juga harus menjadi petualang, walaupun ia tidak pernah mau mengganggu harta milik rakyat. Ia hanya butuh senjata dan makanan untuk anak buahnya.
Sasaran yang ia lakukan adalah Kompeni Belanda dan orang-orang Cina yang kaya. Seringkali hasil rampasannya diberikan kepada rakyat agar’ mereka dapat bertahan hidup. Di sini Untung selalu menjaga keamanan dan ketenteraman rakyat. Walaupun Untung harus jadi petualang juga, namun dia tidak seperti petualang – petualang lainnya. Ia jadi petualang agar dapat bergaul dengan petualang – petualang yang ada di daerah Udug – udug ini, dengan tujuan agar mereka dapat digerakkan untuk melawan Kompeni Belanda.
Dari tindakan-tindakan yang dilakukan oleh Untung dengan pengikut- pengikutnya, tentu menimbulkan kekesalan Kompeni. Kompeni selalu mengada­kan pengawasan di Udug-udug ini, sehingga Untung dan kawan-kawannya merasa tidak aman lagi apabila tetap bertahan di sana. Apalagi tidak jauh dari sana terdapat benteng Kompeni Belanda yang cukup kuat yaitu di Tanjung- pura.
Untung beserta anak buahnya selanjutnya meninggalkan Udug-udug menuju ke tempat lain yang dianggap aman. Tempat yang dipilih adalah Cisero. Tempat ini memenuhi sarat karena terletak di sebelah Barat aliran sungai Citarum dan tidak mudah dicapai oleh Kompeni Belanda, walaupun harus melayari kali Citarum. Di samping itu, daerah ini juga tidak terpencil karena letaknya di tepi sungai Cibeet yang bermuara di sungai Citarum.Kebetulan Kompeni Belanda dalam melaksanakan tugas rutinnya sering memeriksa daerah aliran sungai Cibeet. Kesempatan ini dipergunakan oleh Untung untuk menyerang Kompeni. Keadaan ini dirasakan sangat mengganggu gerakan-gerakan Kompeni Belanda. Karena Belanda betul-betul khawatir terhadap pola tingkah Untung dan anak buahnya. Pimpinan Kompeni di Batavia kemudian memberikan instruksi agar Kompeni Belanda meningkatkan kesia- gaan mereka, terutama di daerah aliran sungai Cibeet dan daerah-daerah sekitar Tanjung-pura.
Sementara itu (abad ke-18) di Priangan Jawa Barat keadaan agak kacau, karena Bupati Sumedang yaitu Rawagempal III ingin menguasai daerah Priangan. Untuk memenuhi ambisinya ini, ia mulai memusuhi Sultan Banten Sultan Ageng Tirtayasa. Keadaan semacam ini dimanfaatkan oleh Kompeni Belanda untuk membantu Rawagempal III. Kemudian terjadilah kerja sama antara Kompeni dengan Rawagempal III.
Sementara itu, gerakan pasukan Banten di Cilengsi (sebelah barat daya Karawang) semakin ditingkatkan. Untuk mengatasi hal ini, maka Kompeni Belanda mengadakan penghadangan terhadap Angkatan laut Banten di muara sungai Pamanukan. Keadaan ini dimanfaatkan oleh Rawagempal III untuk mengkonsentrasikan kekuatannya di dalam menyerang tentara Banten di daratan. Terjadilah pertempuran sengit di daerah Karawang ini. Karena Tenta­ra Banten harus menghadapi dua kekuatan besar tadi, maka pasukan Banten mengalami kekalahan. Akibat kekalahan Banten ini, keadaan Priangan semakin kacau, karena Kompeni Belanda dengan seenaknya ikut campur mengatur pemerintahan yang telah ada sebelumnya, antara lain mengganti para Bupati yang dulu taat pada Banten. Hal semacam ini menimbulkan rasa tidak puas di kalangan rakyat.
Di samping itu, Rawegempal III pun bertambah besar ambisinya dengan terjadinya kemenangan atas Banten. Ia ingin memperluas kekuasaannya di seluruh daerah Priangan. Tentu saja keadaan semacam ini menimbulkan kekha­watiran para Bupati yang ada. Itulah sebabnya maka Bupati Bandung yaitu Wira Angun-Angun dan Bupati Sukapura Wiradadaha meningkir dan menggabung­kan diri dengan Sultan Ageng Tirtayasa, melawan Rawegempal III dan Kompeni Belanda.Sultan Ageng Tirtayasa memberikan perlawanan sengit terhadap musuh- musuhnya. Meskipun pusat pertahanan Kraton Tirtayasa telah jatuh ke tangan musuh, namun perlawanan pasukan Banten masih terus berlangsung.
Sementara itu, gerombolan yang terdiri dari orang-orang Banten di ‘ bawah pimpinan Syekh Yus’uf makin meningkat kegiatannya di daerah Priangan, Bogor dan Depok. Syekh Yusuf ini adalah orang Makasar (Ujung Pandang sekarang) yang telah meninggalkan daratan Sulawesi Selatan karena merasa tidak puas dengan ada­nya perjanjian Bungaya tahun 1667, sebab mengakui perjanjian ini sama artinya dengan takluknya Makasar (Kerajaan Goa) kepada kekuasaan Belanda. Syekh Yusuf tidak setuju dengan perjanjian ini, dan ia tetap tidak mau bekerja sama dengan Belanda, apalagi tunduk kepada mereka. Ia tetap bertekad memusuhi Belanda sampai akhir hayatnya. Karena itu, ia pergi ke Banten bergabung dan berjuang dengan Sultan Ageng Tirtayasa menentang kekuasaan Kompeni Belandg.
Kembali Belanda menjalankan politik Adu-Dombanya. Kompeni memban­tu putra Sultan Ageng Tirtayasa yang bernama Sultan Haji. Sultan Haji sangat memihak kepada Kompeni dan dia diangkat Belanda untuk menggantikan ayah­nya sebagai Sultan di Banten. Dengan tipu muslihat yang dilakukan oleh Belanda, maka dengan perantaraan Sultan Haji akhirnya Sultan Ageng Tirtayasa dapat dibujuk untuk kembali ke Kraton. Di saerah perbatasan Bogor dan Bekasi beliau kemudian ditangkap dan dibawa ke Batavia sampai wafatnya.
Meskipun Sultan Ageng Tirtayasa sudah tertangkap namun perjuangan beliau tidak berarti selesai. Perjuangan beliau diteruskan oleh Syekh Yusuf dan Pangeran Purbaya (adik Sultan Ageng Tirtayasa) dan sejumlah pengikutnya yang setia. Mereka Bergerilya masuk hutan keluar hutan melancarkan pence­gatan dan serangan terhadap Belanda.
Kompeni Belanda dibawah pimpinan Van Happel dengan susah payah mendatangi daerah gerilya Syekh Yusuf dan Pangeran Purbaya. Keadaan alam­nya yang sulit dijangkau dengan hutan-hutannya yang masih lebat di sekitar Jasinga dipinggir sungai Citarum banyak menewaskan serdadu-serdadu Kompeni Belanda. Akhirnya mereka menyerah pada keadaan alam yang demikian ini dan mereka kembali lagi ke Jakarta.
Selang beberapa saat kemudian, Pemerintah Tinggi Kompeni Belanda di Batavia mengirimkan lagi Ekspedisi serdadunya untuk mengejar dan menangkap dua orang pahlawan Banten tersebut. Kompeni akhirnya dapat menemukan pertahanan Syekh Yusuf di daerah Padaherang. Kemudian beliau dengan pasu­kannya meninggalkan Padaherang. Pada bulan Oktober 1683 beliau dan pasu­kannya sudah berada di Sukapura. Di sini beliau mendirikan benteng untuk pertahanannya lagi. Sedang Pangeran Purbaya dengan kurang lebih 800 orang pasukannya menuju ke Cisalak. Dari sini beliau menuju ke Cikalong di daerah Cianjur, di mana beliau mendengar bahwa Untung dan pasukannya berada di daerah ini.
Keadaan di daerah Priangan ini sangat memusingkan Kompeni Belanda. Kompeni Belanda berkehendak untuk segera mengakhiri segala bentuk perla­wanan ini. Namun Belanda menyadari bahwa tidak mudah mengakhiri semua ini. Akhirnya pihak Kompeni Belanda di Batavia mengambil keputusan bahwa Untung dan pasukannya yang dianggap paling berbahaya, harus ditangani terlebih dahulu. Diangkatlah Kapten Ruys untuk menangani dan menyelesaikan masalah ini. Cara apa yang diambil, apakah dengan kekerasan atau dengan cara damai diserahkan sepenuhnya oleh Kompeni di Batavia kepada Kapten Ruys. Yang penting Kapten Ruys dapat menumpas kekacauan di Priangan Barat, ketertiban dapat dikembalikan dan Untung dapat ditangkap. Untuk membantu Kapten Ruys, pimpinan Kompeni di Batavia mengangkat seorang Bali yang berpangkat Kapten. Perwira Bali ini pernah menjadi balatentara Sultan Ageng Tirtayasa dengan nama Singawelodra. Tetapi setelah bergabung dengan Kompeni Belanda, ia lebih dikenal dengan nama Kapten Buleleng. Kemudian pada pertengahan tahun 1680, Kapten Ruys dan Kapten Buleleng menuju ke Tanjungpura. Untuk mengetahui jejak Untung dan pasukannya, Kapten Buleleng sebagai seorang Bali yang cukup berpengalaman dapat berhubungan dengan orang -orang Bali di Tanjungpura. Dari keterangan-keterangan yang diberikan, akhirnya ia mengetahui bahwa Untung bersama anak buahnya berada di Cikeas. Mendapat keterangan yang sangat berharga ini, Kapten Buleleng segera melaporkan kepada Kapten Ruys. Kemudian bersama Kapten Hartsinck dan Veandrig Jan Benvelt disusunlah siasat untuk menghadapi Untung. Mereka bersepakat untuk mencoba dengan cara damai. Pertama-tama akan diusahakan agar Untung menaruh kepercayaan kepada maksud Kompeni ini. Bila Untung telah bersedia bergabung dan menyerahkan diri untuk bekerjasama dengan Kompeni, maka kepadanya harus diperlakukan dengan sebaik-baiknya sehingga tidak menimbulkan kecurigaan terhadap maksud sebenarnya dari Kompeni.Suatu siasat yang sering dilakukan oleh Kompeni Belanda. Dalam hal ini, Kompeni tidak mengambil penyelesaian secara militer, karena dianggapnya lebih berat risikonya. Menyerang Cikeas yang terletak di pedalaman bukanlah suatu hal yang mudah, ditambah lagi Kompeni Belanda belum menguasai  situasi daerah Cikleas ini. Kapten Ruys dengan melalui Kapten Buleleng ini menjanjikan kedudukan sebagai Perwira Kompeni kepada Untung. Kapten Buleleng berusaha mencari  seorang Jawa yang sanggup dan mampu menjadi penghubung antara dirinya dengan Untung. Kemudian ditulislah surat pada Untung yang menawarkan  kedudukan sebagai Letnan V.O.C. apabila ia bersedia mengakhiri perlawanannya. Demikian pula anak buahnya akan diterima sebagai orang terhormat.
Menerima surat ini, Untung bertanya dalam hati: Apakah ini bukan siasat untuk menjebak dirinya sebagai pemimpin perjuangan yang sulit ditangkap.  Karena itu, sebelum mengambil keputusan ia mengajukan persoalannya kepada Kyai Embun dan Wirayuda. Walaupun ada keberatan dari anak buahnya namun
Untung akhirnya menerima tawaran itu untuk hanya dalam waktu satu bulan saja. Untung akan melihat situasi, karena ia juga mempunyai maksud tertentu  dengan penyerahan itu. Jadi dapatlah dikatakan bahwa perang yang sedang berlangsung antara Kompeni dengan Untung adalah siasat lawan siasat. Kompeni Belanda akan menjebak Untung, Untung pun akan menggunakan jebakan itu dengan sebaik-baiknya. Untung akan menambah perbekalan pasukannya, khususnya persenjataan yang akan digunakan untuk melanjutkan perjuangannya nanti bila Kompeni mengingkari janjinya, sudah tentu Untung akan segera kembali ke pasukannya dan meneruskan perjuangannya melawan penjajah Belanda.
Demikianlah Kapten Ruys dengan disertai dengan Van Happel dengan cara yang halus mulai menggunakan bujukannya dan berhasil memasukkan  Untung sebagai serdadu Kompeni Belanda dengan pangkat Letnan. Kemudian Ruys minta pada Untung agar dapat mendekati Pangeran Purbaya dan membawanya ke Batavia. Di Batavia nanti Pemerintah Tinggi Kompeni akan memberikan pengampunan baik kepada Untung maupun Pangeran Purbaya dan mereka  akan merdeka sebagai orang-orang terhormat. Di balik sikap dan tindakan yang simpatik ini, jelas tersembunyi niat licik dan jahat yang sudah direncanakan. Pangeran Purbaya sendiri Setelah mendengar berita bahwa Syekh Yusuf tertangkap dan ditawan oleh Belanda, beliau menganggap bahwa perjuangannya sudah tidak berguna lagi. Terlintaslah dalam pikirannya untuk menghentikan perjuangannya. Dari Cisalak Pangeran Purbaya dan pasukannya menuju ke  Cikalong (daerah Cianjur) di mana Untung dan pasukannya juga masih berada di daerah ini. Untung yang telah ditugaskan untuk menemui Pangeran Purbaya setelah mendengar bahwa pahlawan Banten berada di Cikalong segera menghubungi
Pangeran Purbaya. Meskipun Untung waktu itu ada di pihak Kompeni, tetapi ia memperlakukan Pangeran Purbaya secara sopan dan hormat. Ia pun beranggapan bahwa jika ada petugas Kompeni yang berhasil menemui Pangeran Purbaya, maka ia harus memperlakukannya dengan sopan dan hormat sesuai dengan martabatnya sebagai seorang Pangeran. Di sini terlihat keluhuran budi Letnan Untung, yang selalu menghargai pemimpin-pemimpin’bangsanya. Walaupun ia sekarang bertindak sebagai Letnan Kompeni Belanda, akan tetapi tetap memperlakukan Pangeran Purbaya dengan penuh hormat. Sementara Untung menemui Pangeran Purbaya, Kapten Ruys juga telah memberikan laporan kepada pemimpin Kompeni di Batavia tentang kerjasama dengan Untung dan penyerahan diri Pangeran Purbaya. Rupanya pimpinan Kompeni di Batavia takut kalau kedua orang tersebut akan lolos dan bersatu untuk mengadakan perlawanan terhadap Belanda. Kemudian dikirimkanlah serdadu-serdadu Kompeni Belanda di bawah Vaandrig (Letnan Muda) Willem Kuffeler untuk datang di Cikalong dengan tugas menyerahkan surat pengampun­an kepada Pangeran Purbaya. Disamping itu ia mendapat tugas secara rahasia ialah menangkap dan membawa Untung ke Batavia. Sewaktu berhadapan dengan Pangeran Purbaya Vaandrig Willem Kuffeler telah memperlihatkan sikap yang angkuh dan sombong, bahkan ia memperlakukan Pangeran Purbaya dan anak buahnya betul -betul sebagai tawanan. Ia memerintahkan pula bahwa semua senjata yang ada harus diserahkan seluruhnya kepada Kompeni, selain daripada itu Kuffeler pun memerintahkan Pangeran Purbaya untuk menyerahkan kerisnya sebagai tanda takluk. Baik Untung maupun Pangeran Purbaya menolak permintaan itu, karena menurut kepercayaan bangsa Indonesia, keris adalah senjata pribadi yang mempunyai nilai simbolis dan magic dalam kehidupan bermasyarakat. Di samping itu, keris juga sebagai alat pembela diri bagi yang memilikinya. Tindakan Kuffeler yang tidak sopan terhadap seorang Pangeran, apalagi per – mintaannya agar keris Pangeran Purbaya diserahkan kepadanya, tidak hanya menyinggung perasaan Pangeran Purbaya, akan tetapi juga dirasakan menying­gung perasaan Untung. Pribadi sebagai orang Indonesia muncul kembali dengan sangat kuatnya, sehingga Untung menjadi marah, darah Indonesianya mendidih. Akhirnya ia pun berkesimpulan bahwa: Belanda tetap Belanda, Penjajah tetap penjajah yang harus dihadapi dengan perjuangan. Dalam periristiwa di pinggir Kali Cikeas Untung membunuh Kuffeler dan melarikan diri ke Mataram, kembali ke asal muasalnya. Anggapan Untung berasal dari bangsawan Bali adalah rekayasa intelejen VOC Belanda yang tidak ingin rakyat Mataram bergabung dengan pemberontakan Untung, padahal Untung adalah keturunan Ki Panji Wanayasa, Cicit Panembahan Senopati Mataram, seorang telik Sandi Mataram yang pernah bertugas di dalam benteng VOC semasa perang Mataram Batavia di tahun 1628 -29

Tidak ada komentar: