Setelah melarikan diri dari benteng VOC di Batavia, Untung sempat berhubungan dengan guru spiritualnya Kyai Mas Besot di Depok, setelah mendapatkan gemblengan dari Syekh Lintung (Kyai Mas Besot), Untung
meninggalkan Depok menuju ke Udug-udug di daerah Priangan Barat di mana
tempat ini banyak didiami gerombolan pengacau yang telah banyak
menimbulkan kerugian di kalangan penduduk. Untung dan pasukannya tidak
begitu saja dapat diterima oleh pengacau-pengacau yang ada. Untung
dianggap remeh’ oleh mereka. Walaupun demikian, Untung berusaha untuk
dapat memanfaatkan kepetualangan mereka. Daripada merugikan dan
meresahkan rakyat, lebih baik kalau dapat diarahkan untuk melawan
Kompeni.Untuk dapat mewujudkan kehendak ini, maka Untung harus dapat menyatu
dengan mereka. Ia juga harus menjadi petualang, walaupun ia tidak pernah
mau mengganggu harta milik rakyat. Ia hanya butuh senjata dan makanan
untuk anak buahnya.
Sasaran yang ia lakukan adalah Kompeni Belanda dan orang-orang Cina
yang kaya. Seringkali hasil rampasannya diberikan kepada rakyat agar’
mereka dapat bertahan hidup. Di sini Untung selalu menjaga keamanan dan
ketenteraman rakyat. Walaupun Untung harus jadi petualang juga, namun
dia tidak seperti petualang – petualang lainnya. Ia jadi petualang agar
dapat bergaul dengan petualang – petualang yang ada di daerah Udug –
udug ini, dengan tujuan agar mereka dapat digerakkan untuk melawan
Kompeni Belanda.
Dari tindakan-tindakan yang dilakukan oleh Untung dengan pengikut-
pengikutnya, tentu menimbulkan kekesalan Kompeni. Kompeni selalu
mengadakan pengawasan di Udug-udug ini, sehingga Untung dan
kawan-kawannya merasa tidak aman lagi apabila tetap bertahan di sana.
Apalagi tidak jauh dari sana terdapat benteng Kompeni Belanda yang cukup
kuat yaitu di Tanjung- pura.
Untung beserta anak buahnya selanjutnya meninggalkan Udug-udug menuju
ke tempat lain yang dianggap aman. Tempat yang dipilih adalah Cisero.
Tempat ini memenuhi sarat karena terletak di sebelah Barat aliran sungai
Citarum dan tidak mudah dicapai oleh Kompeni Belanda, walaupun harus
melayari kali Citarum. Di samping itu, daerah ini juga tidak terpencil
karena letaknya di tepi sungai Cibeet yang bermuara di sungai Citarum.Kebetulan Kompeni Belanda dalam melaksanakan tugas rutinnya sering
memeriksa daerah aliran sungai Cibeet. Kesempatan ini dipergunakan oleh
Untung untuk menyerang Kompeni. Keadaan ini dirasakan sangat mengganggu
gerakan-gerakan Kompeni Belanda. Karena Belanda betul-betul khawatir
terhadap pola tingkah Untung dan anak buahnya. Pimpinan Kompeni di
Batavia kemudian memberikan instruksi agar Kompeni Belanda meningkatkan
kesia- gaan mereka, terutama di daerah aliran sungai Cibeet dan
daerah-daerah sekitar Tanjung-pura.
Sementara itu (abad ke-18) di Priangan Jawa Barat keadaan agak kacau,
karena Bupati Sumedang yaitu Rawagempal III ingin menguasai daerah
Priangan. Untuk memenuhi ambisinya ini, ia mulai memusuhi Sultan Banten
Sultan Ageng Tirtayasa. Keadaan semacam ini dimanfaatkan oleh Kompeni
Belanda untuk membantu Rawagempal III. Kemudian terjadilah kerja sama
antara Kompeni dengan Rawagempal III.
Sementara itu, gerakan pasukan Banten di Cilengsi (sebelah barat
daya Karawang) semakin ditingkatkan. Untuk mengatasi hal ini, maka
Kompeni Belanda mengadakan penghadangan terhadap Angkatan laut Banten di
muara sungai Pamanukan. Keadaan ini dimanfaatkan oleh Rawagempal III
untuk mengkonsentrasikan kekuatannya di dalam menyerang tentara Banten
di daratan. Terjadilah pertempuran sengit di daerah Karawang ini. Karena
Tentara Banten harus menghadapi dua kekuatan besar tadi, maka pasukan
Banten mengalami kekalahan. Akibat kekalahan Banten ini, keadaan
Priangan semakin kacau, karena Kompeni Belanda dengan seenaknya ikut
campur mengatur pemerintahan yang telah ada sebelumnya, antara lain
mengganti para Bupati yang dulu taat pada Banten. Hal semacam ini
menimbulkan rasa tidak puas di kalangan rakyat.
Di samping itu, Rawegempal III pun bertambah besar ambisinya dengan
terjadinya kemenangan atas Banten. Ia ingin memperluas kekuasaannya di
seluruh daerah Priangan. Tentu saja keadaan semacam ini menimbulkan
kekhawatiran para Bupati yang ada. Itulah sebabnya maka Bupati Bandung
yaitu Wira Angun-Angun dan Bupati Sukapura Wiradadaha meningkir dan
menggabungkan diri dengan Sultan Ageng Tirtayasa, melawan Rawegempal
III dan Kompeni Belanda.Sultan Ageng Tirtayasa memberikan perlawanan sengit terhadap musuh-
musuhnya. Meskipun pusat pertahanan Kraton Tirtayasa telah jatuh ke
tangan musuh, namun perlawanan pasukan Banten masih terus berlangsung.
Sementara itu, gerombolan yang terdiri dari orang-orang Banten di ‘
bawah pimpinan Syekh Yus’uf makin meningkat kegiatannya di daerah
Priangan, Bogor dan Depok. Syekh Yusuf ini adalah orang Makasar (Ujung Pandang sekarang)
yang telah meninggalkan daratan Sulawesi Selatan karena merasa tidak
puas dengan adanya perjanjian Bungaya tahun 1667, sebab mengakui
perjanjian ini sama artinya dengan takluknya Makasar (Kerajaan Goa)
kepada kekuasaan Belanda. Syekh Yusuf tidak setuju dengan perjanjian
ini, dan ia tetap tidak mau bekerja sama dengan Belanda, apalagi tunduk
kepada mereka. Ia tetap bertekad memusuhi Belanda sampai akhir hayatnya.
Karena itu, ia pergi ke Banten bergabung dan berjuang dengan Sultan
Ageng Tirtayasa menentang kekuasaan Kompeni Belandg.
Kembali Belanda menjalankan politik Adu-Dombanya. Kompeni membantu
putra Sultan Ageng Tirtayasa yang bernama Sultan Haji. Sultan Haji
sangat memihak kepada Kompeni dan dia diangkat Belanda untuk
menggantikan ayahnya sebagai Sultan di Banten. Dengan tipu muslihat
yang dilakukan oleh Belanda, maka dengan perantaraan Sultan Haji
akhirnya Sultan Ageng Tirtayasa dapat dibujuk untuk kembali ke Kraton.
Di saerah perbatasan Bogor dan Bekasi beliau kemudian ditangkap dan dibawa ke Batavia sampai wafatnya.
Meskipun Sultan Ageng Tirtayasa sudah tertangkap namun perjuangan
beliau tidak berarti selesai. Perjuangan beliau diteruskan oleh Syekh
Yusuf dan Pangeran Purbaya (adik Sultan Ageng Tirtayasa) dan sejumlah
pengikutnya yang setia. Mereka Bergerilya masuk hutan keluar hutan
melancarkan pencegatan dan serangan terhadap Belanda.
Kompeni Belanda dibawah pimpinan Van Happel dengan susah payah
mendatangi daerah gerilya Syekh Yusuf dan Pangeran Purbaya. Keadaan
alamnya yang sulit dijangkau dengan hutan-hutannya yang masih lebat di
sekitar Jasinga dipinggir sungai Citarum banyak menewaskan
serdadu-serdadu Kompeni Belanda. Akhirnya mereka menyerah pada keadaan
alam yang demikian ini dan mereka kembali lagi ke Jakarta.
Selang beberapa saat kemudian, Pemerintah Tinggi Kompeni Belanda di
Batavia mengirimkan lagi Ekspedisi serdadunya untuk mengejar dan
menangkap dua orang pahlawan Banten tersebut. Kompeni akhirnya dapat
menemukan pertahanan Syekh Yusuf di daerah Padaherang. Kemudian beliau
dengan pasukannya meninggalkan Padaherang. Pada bulan Oktober 1683
beliau dan pasukannya sudah berada di Sukapura. Di sini beliau
mendirikan benteng untuk pertahanannya lagi. Sedang Pangeran Purbaya
dengan kurang lebih 800 orang pasukannya menuju ke Cisalak. Dari sini
beliau menuju ke Cikalong di daerah Cianjur, di mana beliau
mendengar bahwa Untung dan pasukannya berada di daerah ini.
Keadaan di daerah Priangan ini sangat memusingkan Kompeni Belanda.
Kompeni Belanda berkehendak untuk segera mengakhiri segala bentuk
perlawanan ini. Namun Belanda menyadari bahwa tidak mudah mengakhiri
semua ini. Akhirnya pihak Kompeni Belanda di Batavia mengambil keputusan
bahwa Untung dan pasukannya yang dianggap paling berbahaya, harus
ditangani terlebih dahulu. Diangkatlah Kapten Ruys untuk menangani dan
menyelesaikan masalah ini. Cara apa yang diambil, apakah dengan
kekerasan atau dengan cara damai diserahkan sepenuhnya oleh Kompeni di
Batavia kepada Kapten Ruys. Yang penting Kapten Ruys dapat menumpas
kekacauan di Priangan Barat, ketertiban dapat dikembalikan dan Untung
dapat ditangkap. Untuk membantu Kapten Ruys, pimpinan Kompeni di Batavia
mengangkat seorang Bali yang berpangkat Kapten. Perwira Bali ini pernah
menjadi balatentara Sultan Ageng Tirtayasa dengan nama Singawelodra.
Tetapi setelah bergabung dengan Kompeni Belanda, ia lebih dikenal dengan
nama Kapten Buleleng. Kemudian pada pertengahan tahun 1680, Kapten Ruys
dan Kapten Buleleng menuju ke Tanjungpura. Untuk mengetahui jejak Untung dan pasukannya, Kapten Buleleng sebagai
seorang Bali yang cukup berpengalaman dapat berhubungan dengan orang -orang Bali di Tanjungpura. Dari keterangan-keterangan yang diberikan,
akhirnya ia mengetahui bahwa Untung bersama anak buahnya berada di
Cikeas. Mendapat keterangan yang sangat berharga ini, Kapten Buleleng
segera melaporkan kepada Kapten Ruys. Kemudian bersama Kapten Hartsinck
dan Veandrig Jan Benvelt disusunlah siasat untuk menghadapi Untung.
Mereka bersepakat untuk mencoba dengan cara damai. Pertama-tama akan
diusahakan agar Untung menaruh kepercayaan kepada maksud Kompeni ini.
Bila Untung telah bersedia bergabung dan menyerahkan diri untuk
bekerjasama dengan Kompeni, maka kepadanya harus diperlakukan dengan
sebaik-baiknya sehingga tidak menimbulkan kecurigaan terhadap maksud
sebenarnya dari Kompeni.Suatu siasat yang sering dilakukan oleh Kompeni Belanda. Dalam hal
ini, Kompeni tidak mengambil penyelesaian secara militer, karena
dianggapnya lebih berat risikonya. Menyerang Cikeas yang terletak di pedalaman
bukanlah suatu hal yang mudah, ditambah lagi Kompeni Belanda belum
menguasai
situasi daerah Cikleas ini. Kapten Ruys dengan melalui Kapten Buleleng ini menjanjikan kedudukan
sebagai Perwira Kompeni kepada Untung. Kapten Buleleng berusaha mencari
seorang Jawa yang sanggup dan mampu menjadi penghubung antara dirinya
dengan Untung. Kemudian ditulislah surat pada Untung yang menawarkan
kedudukan sebagai Letnan V.O.C. apabila ia bersedia mengakhiri
perlawanannya. Demikian pula anak buahnya akan diterima sebagai orang
terhormat.
Menerima surat ini, Untung bertanya dalam hati: Apakah ini bukan
siasat untuk menjebak dirinya sebagai pemimpin perjuangan yang sulit
ditangkap.
Karena itu, sebelum mengambil keputusan ia mengajukan persoalannya
kepada Kyai Embun dan Wirayuda. Walaupun ada keberatan dari anak buahnya
namun
Untung akhirnya menerima tawaran itu untuk hanya dalam waktu satu bulan saja. Untung akan melihat situasi, karena ia juga mempunyai maksud tertentu dengan penyerahan itu. Jadi dapatlah dikatakan bahwa perang yang sedang berlangsung antara Kompeni dengan Untung adalah siasat lawan siasat. Kompeni Belanda akan menjebak Untung, Untung pun akan menggunakan jebakan itu dengan sebaik-baiknya. Untung akan menambah perbekalan pasukannya, khususnya persenjataan yang akan digunakan untuk melanjutkan perjuangannya nanti bila Kompeni mengingkari janjinya, sudah tentu Untung akan segera kembali ke pasukannya dan meneruskan perjuangannya melawan penjajah Belanda.
Untung akhirnya menerima tawaran itu untuk hanya dalam waktu satu bulan saja. Untung akan melihat situasi, karena ia juga mempunyai maksud tertentu dengan penyerahan itu. Jadi dapatlah dikatakan bahwa perang yang sedang berlangsung antara Kompeni dengan Untung adalah siasat lawan siasat. Kompeni Belanda akan menjebak Untung, Untung pun akan menggunakan jebakan itu dengan sebaik-baiknya. Untung akan menambah perbekalan pasukannya, khususnya persenjataan yang akan digunakan untuk melanjutkan perjuangannya nanti bila Kompeni mengingkari janjinya, sudah tentu Untung akan segera kembali ke pasukannya dan meneruskan perjuangannya melawan penjajah Belanda.
Demikianlah Kapten Ruys dengan disertai dengan Van Happel dengan cara
yang halus mulai menggunakan bujukannya dan berhasil memasukkan
Untung sebagai serdadu Kompeni Belanda dengan pangkat Letnan. Kemudian
Ruys minta pada Untung agar dapat mendekati Pangeran Purbaya dan membawanya ke Batavia. Di Batavia nanti Pemerintah Tinggi Kompeni akan
memberikan pengampunan baik kepada Untung maupun Pangeran Purbaya dan
mereka
akan merdeka sebagai orang-orang terhormat. Di balik sikap dan tindakan
yang simpatik ini, jelas tersembunyi niat licik dan jahat yang sudah
direncanakan. Pangeran Purbaya sendiri Setelah mendengar berita bahwa Syekh Yusuf
tertangkap dan ditawan oleh Belanda, beliau menganggap bahwa
perjuangannya sudah tidak berguna lagi. Terlintaslah dalam pikirannya untuk
menghentikan perjuangannya. Dari Cisalak Pangeran Purbaya dan pasukannya
menuju ke
Cikalong (daerah Cianjur) di mana Untung dan pasukannya juga masih berada di daerah ini. Untung yang telah ditugaskan untuk menemui Pangeran Purbaya setelah
mendengar bahwa pahlawan Banten berada di Cikalong segera menghubungi
Pangeran Purbaya. Meskipun Untung waktu itu ada di pihak Kompeni, tetapi ia memperlakukan Pangeran Purbaya secara sopan dan hormat. Ia pun beranggapan bahwa jika ada petugas Kompeni yang berhasil menemui Pangeran Purbaya, maka ia harus memperlakukannya dengan sopan dan hormat sesuai dengan martabatnya sebagai seorang Pangeran. Di sini terlihat keluhuran budi Letnan Untung, yang selalu menghargai pemimpin-pemimpin’bangsanya. Walaupun ia sekarang bertindak sebagai Letnan Kompeni Belanda, akan tetapi tetap memperlakukan Pangeran Purbaya dengan penuh hormat. Sementara Untung menemui Pangeran Purbaya, Kapten Ruys juga telah memberikan laporan kepada pemimpin Kompeni di Batavia tentang kerjasama dengan Untung dan penyerahan diri Pangeran Purbaya. Rupanya pimpinan Kompeni di Batavia takut kalau kedua orang tersebut akan lolos dan bersatu untuk mengadakan perlawanan terhadap Belanda. Kemudian dikirimkanlah serdadu-serdadu Kompeni Belanda di bawah Vaandrig (Letnan Muda) Willem Kuffeler untuk datang di Cikalong dengan tugas menyerahkan surat pengampunan kepada Pangeran Purbaya. Disamping itu ia mendapat tugas secara rahasia ialah menangkap dan membawa Untung ke Batavia. Sewaktu berhadapan dengan Pangeran Purbaya Vaandrig Willem Kuffeler telah memperlihatkan sikap yang angkuh dan sombong, bahkan ia memperlakukan Pangeran Purbaya dan anak buahnya betul -betul sebagai tawanan. Ia memerintahkan pula bahwa semua senjata yang ada harus diserahkan seluruhnya kepada Kompeni, selain daripada itu Kuffeler pun memerintahkan Pangeran Purbaya untuk menyerahkan kerisnya sebagai tanda takluk. Baik Untung maupun Pangeran Purbaya menolak permintaan itu, karena menurut kepercayaan bangsa Indonesia, keris adalah senjata pribadi yang mempunyai nilai simbolis dan magic dalam kehidupan bermasyarakat. Di samping itu, keris juga sebagai alat pembela diri bagi yang memilikinya. Tindakan Kuffeler yang tidak sopan terhadap seorang Pangeran, apalagi per – mintaannya agar keris Pangeran Purbaya diserahkan kepadanya, tidak hanya menyinggung perasaan Pangeran Purbaya, akan tetapi juga dirasakan menyinggung perasaan Untung. Pribadi sebagai orang Indonesia muncul kembali dengan sangat kuatnya, sehingga Untung menjadi marah, darah Indonesianya mendidih. Akhirnya ia pun berkesimpulan bahwa: Belanda tetap Belanda, Penjajah tetap penjajah yang harus dihadapi dengan perjuangan. Dalam periristiwa di pinggir Kali Cikeas Untung membunuh Kuffeler dan melarikan diri ke Mataram, kembali ke asal muasalnya. Anggapan Untung berasal dari bangsawan Bali adalah rekayasa intelejen VOC Belanda yang tidak ingin rakyat Mataram bergabung dengan pemberontakan Untung, padahal Untung adalah keturunan Ki Panji Wanayasa, Cicit Panembahan Senopati Mataram, seorang telik Sandi Mataram yang pernah bertugas di dalam benteng VOC semasa perang Mataram Batavia di tahun 1628 -29
Pangeran Purbaya. Meskipun Untung waktu itu ada di pihak Kompeni, tetapi ia memperlakukan Pangeran Purbaya secara sopan dan hormat. Ia pun beranggapan bahwa jika ada petugas Kompeni yang berhasil menemui Pangeran Purbaya, maka ia harus memperlakukannya dengan sopan dan hormat sesuai dengan martabatnya sebagai seorang Pangeran. Di sini terlihat keluhuran budi Letnan Untung, yang selalu menghargai pemimpin-pemimpin’bangsanya. Walaupun ia sekarang bertindak sebagai Letnan Kompeni Belanda, akan tetapi tetap memperlakukan Pangeran Purbaya dengan penuh hormat. Sementara Untung menemui Pangeran Purbaya, Kapten Ruys juga telah memberikan laporan kepada pemimpin Kompeni di Batavia tentang kerjasama dengan Untung dan penyerahan diri Pangeran Purbaya. Rupanya pimpinan Kompeni di Batavia takut kalau kedua orang tersebut akan lolos dan bersatu untuk mengadakan perlawanan terhadap Belanda. Kemudian dikirimkanlah serdadu-serdadu Kompeni Belanda di bawah Vaandrig (Letnan Muda) Willem Kuffeler untuk datang di Cikalong dengan tugas menyerahkan surat pengampunan kepada Pangeran Purbaya. Disamping itu ia mendapat tugas secara rahasia ialah menangkap dan membawa Untung ke Batavia. Sewaktu berhadapan dengan Pangeran Purbaya Vaandrig Willem Kuffeler telah memperlihatkan sikap yang angkuh dan sombong, bahkan ia memperlakukan Pangeran Purbaya dan anak buahnya betul -betul sebagai tawanan. Ia memerintahkan pula bahwa semua senjata yang ada harus diserahkan seluruhnya kepada Kompeni, selain daripada itu Kuffeler pun memerintahkan Pangeran Purbaya untuk menyerahkan kerisnya sebagai tanda takluk. Baik Untung maupun Pangeran Purbaya menolak permintaan itu, karena menurut kepercayaan bangsa Indonesia, keris adalah senjata pribadi yang mempunyai nilai simbolis dan magic dalam kehidupan bermasyarakat. Di samping itu, keris juga sebagai alat pembela diri bagi yang memilikinya. Tindakan Kuffeler yang tidak sopan terhadap seorang Pangeran, apalagi per – mintaannya agar keris Pangeran Purbaya diserahkan kepadanya, tidak hanya menyinggung perasaan Pangeran Purbaya, akan tetapi juga dirasakan menyinggung perasaan Untung. Pribadi sebagai orang Indonesia muncul kembali dengan sangat kuatnya, sehingga Untung menjadi marah, darah Indonesianya mendidih. Akhirnya ia pun berkesimpulan bahwa: Belanda tetap Belanda, Penjajah tetap penjajah yang harus dihadapi dengan perjuangan. Dalam periristiwa di pinggir Kali Cikeas Untung membunuh Kuffeler dan melarikan diri ke Mataram, kembali ke asal muasalnya. Anggapan Untung berasal dari bangsawan Bali adalah rekayasa intelejen VOC Belanda yang tidak ingin rakyat Mataram bergabung dengan pemberontakan Untung, padahal Untung adalah keturunan Ki Panji Wanayasa, Cicit Panembahan Senopati Mataram, seorang telik Sandi Mataram yang pernah bertugas di dalam benteng VOC semasa perang Mataram Batavia di tahun 1628 -29
Tidak ada komentar:
Posting Komentar