Minggu, 30 Juni 2013

MAKAM KYAI NUR IMAN (CUCU UNTUNG SUROPATI) DAN TERJADINYA DUSUN MLANGI

Keletakan
Makam Kyai Nur Iman terletak di Dusun Mlangi, Kalurahan Tlogoadi, Kecamatan Mlati, Kabupaten Sleman, Propinsi DIY. Lokasi ini mudah dijangkau dari jalan Ring Road Utara Yogyakarta. Jarak lokasi dari jalan raya ring road kira-kira hanya 800 meter. Makam Kyai Nur Iman berada di belakang Masjid Jami Mlangi.
Kondisi Fisik
Makam Kyai Nur Iman ditutup dengan rana (tabir) kayu ukiran sistem krawangan (berlubang). Luas rana yang sekaligus berfungsi sebagai cungkup makam sekitar 2 m x 2,5 m. Makam
Latar Belakang
Keberadaan atau terjadinya Dusun Mlangi tidak lepas dari peran Kyai Nur Iman atau Bendara Pangeran Haryo Sandiyo. BPH. Sandiyo adalah salah satu putra dari Sunan Amangkurat Mas atau Sunan Amangkurat IV. BPH. Sandiyo juga merupakan adik tiri dari Pangeran Mangkubumi (Sultan Hamengku Buwana I).
Saat Mataram Kartasura di bawah kekuasaan Sunan Amangkurat II pihak Belanda mulai aktif terlibat dalam urusan intern Keraton Mataram. Semua bertolak dari permintaan Sunan Amangkurat untuk merebut kekuasaannya atas Mataram (sebagian besar Jawa) dari tangan Trunajaya yang berjaya menggulung Mataram Plered pada tahun 1677. Kontrak politik yang dilakukan Mataram dengan Belanda berakibat kerugian yang sangat besar bagi Mataram dan dinastinya.
Dukungan Kumpeni Belanda pada Pangeran Puger selaku adik Sunan Amangkurat II kian memperkeruh suasana Mataram. Akibatnya persaingan, perselisihan antarkeluarga semakin meruncing dan memanas. Saat Sunan Amangkurat III (Sunan Amangkurat Mas) bertahta, Kumpeni Belanda mendukung dan mengangkat Pangeran Puger menjadi raja. Akibatnya terjadi dua raja di Mataram saat itu. Akibat selanjutnya Sunan Paku Buwana I alias Pangeran Puger merebut tahta Mataram dari tangan Sunan Amangkurat III. Sunan Amangkurat Mas terus diburu oleh Sunan Paku Buwana I yang dibantu Kumpeni Belanda. Akhirnya Sunan Amangkurat Mas ditangkap dan diasingkan ke Srilangka (Ceylon).
Dalam kemelut semacam itu ada salah seorang pangeran memilih lolos dari keraton dan pergi ke Jawa Timur (Brang Wetan). Pangeran tersebut bernama Pangeran Suryo Putro. Kepergiannya itu dipicu oleh rasa tidak sukanya pada Kumpeni Belanda yang telah mengobok-obok Mataram. Kepergian Pangeran Suryo Putro sampai di wilayah Gedangan, Surabaya. Di tempat ini ia menjadi santri dari Kyai Abdullah Muhsin. Di tempat ini pula ia menyembunyikan identitas aslinya dengan menganti namanya menjadi Muhammad Ihsan.
Ihsan ini kemudian dinikahkan dengan salah satu putri Adipati Wiranegara (untung Surapati) yang bernama Raden Ayu Susilowati. Kelak RA. Susilowati melahirkan seorang bayi laki-laki di Pondok Pesantren yang dipimpin oleh Kyai Abdullah Muhsin. Bayi inilah yang kemudian diberi nama Raden Mas Sandiyo.
Pihak kerajaan pun akhirnya tahu jika salah satu keluarga Mataram ada yang menjadi santri di Gedangan. Oleh karena itu pihak Mataram meminta Pangeran Suryo Putro untuk kembali ke Mataram. Sesampai di Mataram Kartasura Pangeran Suryo Putro kemudian dinobatkan menjadi raja dengan gelar Sunan Amangkurat IV atau Sunan Amangkurat Jawi (1719-1727).
Sementara itu setelah RM. Sandiyo alias Nur Iman dewasa ia kemudian menyiarkan agama Islam ke arah barat. Perjalanan dakwahnya dari Pondok Pesantren Gedangan ini disertai dua orang sahabatnya yang bernama Sanusi dan Tanmisani. Selain syiar agama ia juga diminta untuk mendirikan pondok pesantren di mana ia bertempat tinggal. Di sepanjang perjalanan itulah Nur Iman dan kedua sahabatnya berhasil mendirikan beberapa pondok pesantren. Di antaranya di Ponorogo dan Pacitan.
Ketika sampai di Mataram Kartasura Nur Iman dan dua sahabatnya diberi tanah atau tempat tinggal di Sukowati. Tidak berapa lama kemudian Mataram Kartasura dilanda perang saudara lagi yang melibatkan Pangeran Sambernyawa (Mangkunegara), Sunan Paku Buwana III, dan Pangeran Mangkubumi. Dalam keadaan yang kacau ini Nur Iman dan dua sahabatnya menyingkir dari keraton dan justru bergiat dalam dakwah agama Islam. Agama Islam pun berkembang pesat. Seiring dengan itu semangat patriotisme timbul di mana-mana. Terlebih-lebih akhirnya banyak rakyat yang tahu bahwa sumber perpecahan dan kekacauan Mataram di antaranya diakibatkan oleh campur tangan pihak Belanda dalam urusan intern Mataram.
Ketika Mataram telah pecah menjadi dua yakni Surakarta dan Yogyakarta, Kyai Nur Iman telah berada di wilayah Yogyakarta. Ketika kedua kerajaan itu telah tenang kembali Kyai Nur Iman pun dicari oleh Sultan Hamengku Buwana I. Setelah ketemu ia diminta untuk tinggal di keraton, namun tidak mau. Kyai Nur Iman lebih senang tingal di luar kraton untuk mengembangkan agama Islam. Akhirnya ia pun diberi tanah perdikan oleh Sultan Hamengku Buwana I. Di tanah perdikan itulah ia mendirikan masjid danm pondok pesantren. Oleh karena di tanah perdikan itu ia dikenal selalu mulangi atau memberikan pelajaran agama Islam, maka tanah perdikan tersebut kemudian dikenal dengan nama Dusun Mulangi. Dari kata mulangi itulah kemudian berubah menjadi mlangi. Nama Mlangi ini hingga sekarang lestari menjadi nama dusun.

2 komentar:

Muhammad H Zaihan mengatakan...

Mohon di cek kembali, Dusun Mlangi berada di Kelurahan Nogotirto Kecamatan Gamping Kabupaten Sleman Prov DIY 🙏

Muhammad H Zaihan mengatakan...

Mohon di cek kembali, Dusun Mlangi berada di Kelurahan Nogotirto Kecamatan Gamping Kabupaten Sleman Prov DIY 🙏