Selasa, 07 Oktober 2008

Petani, yang dipinggirkan

Melihat perkembangan dunia khususnya kehancuran sektor ekonomi Amerika Serikat akhir akhir ini, tentu kita gelisah bahwa krisis ekonomi dunia mulai menghantui Indonesia, teringat "krismon" 1997 yang lalu ketika para pejabat ekonomi Indonesia pada PeDe mengatakan bahwa krisis ini tidak akan mempengaruhi ekonomi Indonesia, 2 bulan kemudian datanglah bencana ekonomi itu.
Yang masih aku resahkan adalah sikap para pembuat kebijakan di negara ini, sudah jelas yang tahan banting adalah sektor usaha kecil, termasuk pertanian, tapi tetap saja mereka adalah kelas masyarakat yang terpinggirkan. petani yang paling menyedihkan nasibnya. sebagai "usahawan" mereka hanya mengandalkan modal pertiga bulan -khusus padi- tapi nyari kredit padi amat susah. Sebagai salah seorang pelaksana lapangan disektor ini, aku pernah disandera oleh 400 petani didaerah Indramayu yang menuntut janji atas pupuk urea, alhasil petani menerima pupuk urea pada hari ke 30, padahal aku bukan pegawai pabrik pupuk, tentu saja yang dapat kulalukan hanya sebatas akan menyampaikan keluhan pada petinggi pabrik pupuk bersangkutan dan jawabannya selalu sama, tugas sudah dibagi disemua lini, aku mengelus dada, lini yang dimaksud tentulah bukan lini yang menguntungkan petani.
Yang paling menyedihkan dari kisah petani adalah saat petani harus membeli beras dari luar negeri yang diimpor oleh sejumlah tengkulak nakal, bayangkan beras impor, tepung terigu impor, kacang kedelai impor, gula rafinasi impor, semuanya membuat para petani bangsa sendiri malas menanam sendiri, ujung ujungnya duit kita hanya untuk membeli barang luar negeri.

Tidak ada komentar: